Lidi Nipah dan Muara Kembang ‘Kembangnya’ Muara Jawa

AKTUALBORNEO.COM – Kelurahan Muara Kembang menahbiskan diri sebagai ‘kembangnya’ Muara Jawa.  Bukan karena nama belakang kelurahan ini, tapi karena potensi Muara Kembang yang memang luar biasa.

Ada banyak potensi di kelurahan rasa desa yang posisinya menghadap langsung ke  Selat Makassar itu. Salah satunya adalah lidi nipah.

Lidi nipah menjadi penghasilan tambahan warga Muara Kembang yang umumnya berprofesi sebagai nelayan dan petani.

“Selain pulang membawa ikan, sekarang mereka juga bisa bawa nipah,” kata Lurah Muara Kembang, Muhammad Ramli, Kamis (14/1/2021).

Proses produksi  lidi nipah juga melibatkan ibu-ibu setempat. Ibu-ibu Muara Kembang sekarang juga bisa menghasilkan rupiah dengan menyerut lidi nipah, memisahkan lidi nipah dari daunnya.

Lidi nipah yang sudah dipisahkan dari daunnya kemudian dijemur dan setelah kering dikumpulkan ke UKM Sinar Nilam. Dulu, mereka tidak punya kelompok,

sekarang mereka sadar pentingnya kelompok UKM demi keberlanjutan usaha mereka.

Satu kilogram lidi nipah dihargai Rp1000. Mengerjakan santai, sambil menunaikan tugas rutin sebagai ibu rumah tangga, dalam  dua hari para ibu setidaknya bisa mengumpulkan hingga 100 kg.

Daun nipah ternyata menjadi produk lain yang juga ditunggu-tunggu pembeli dari Samarinda dan Balikpapan, bahkan Makassar. Daun nipah diantaranya diperlukan untuk bahan pembuatan ketupat coto Makassar misalnya.

Sampah-sampah hasil serutan lidi nipah pun tetap bisa dimanfaatkan sebagai kompos.  Jadi hampir semua bagian dari lidi nipah bisa dimanfaatkan.

Muara Kembang juga dikenal sebagai penghasil arang. Setiap minggu permintaan arang  dari Samarinda bisa hingga 20 karung. Sedangkan proses pembuatan arangnya perlu waktu sekitar 4-5 hari.

“Kalau ada yang mengatakan dirinya menganggur di Muara Kembang, itu tidak benar. Dia bukan penganggur, tapi pemalas. Karena apa? Karena banyak peluang di sini. Duduk-duduk saja ngerumpi sambil mengiris lidi menghasilkan uang. Begitu seterusnya,” ucap Ramli.

Desember tahun lalu, lidi nipah dari kelurahan berpenduduk lebih 4000 jiwa ini juga sukses menyumbang  ekspor lidi nipah ke pasar India sebanyak 25 ton.

Lidi nipah Muara Kembang pun kembali berpartisipasi mengisi rangkaian jumlah ekspor lidi nipah itu bersama sejumlah daerah lain seperti Penajam Paser Utara, Paser dan beberapa desa lain di Kutai Kartanegara yang umumnya berada di kawasan Delta Mahakam.

 

Whats-App-Image-2021-01-26-at-12-56-23

Tiga Tas

Saat berkunjung ke UKM Sinar Nilam di Muara Kembang, Kamis (18/1/2021), Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Provinsi Kaltim HM Yadi Robyan Noor membawa “Tiga Tas”.

Tentu bukan tiga tas berisi uang segar. Tapi tiga tas, kuantiTas, kualiTas dan kontinuiTas. Mantan Kepala Biro Humas Setda Provinsi Kaltim itu mengingatkan bahwa hal pertama yang dicari para buyer dari negara lain pastilah kuantitas.

Kepastian tentang kuantitas itu diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasar  di dalam negeri mereka. Tentu hal ini berkaitan dengan efisiensi dan efektivitas usaha mereka.

“Jadi kalau kemampuan seratus, jangan bilang seribu. Semampunya saja, dioptimalkan,” pesan Roby.

Tas yang kedua adalah kualitas. Kualitas menjadi syarat penting yang harus dipenuhi. Sebab pasar ekspor dunia pasti menginginkan produk-produk terbaik yang bisa mereka  datangkan.

UKM dan perajin juga harus memahami benar pentingnya menjaga kualitas produk demi keberlanjutan usaha. Para pembeli dari luar negeri tentunya juga mematok standar kualitas tinggi yang harus mampu mereka penuhi.

“Tas yang ketiga adalah kontinuitas.  Jadi kalau kuantitas ada, kualitas oke dan kontinuitas siap, aman. Tapi kalau kuantitas ada, kualitas oke, tapi  tidak ada kontinuitas, pasti tenggelam. Nanti orang tidak mau lagi ambil dari kita,” pesan Roby.

Mahalnya Rate Ocean Freight

Keberhasilan ekspor produk UKM  Kaltim tidak datang begitu saja.  Adalah CV Masagenah yang ada dibalik sukses keterlibatan masyarakat Muara Kembang dan daerah lainnya dalam ekspor lidi nipah ini.

Direktur CV Masagenah Widya Hana Sofia menjelaskan sistem kerja Masagenah adalah pemberdayaan masyarakat. Salah satunya bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), sebagai quality control, sekaligus perpanjangan tangan Masagenah di daerah.

“Jadi masyarakat yang bekerja. Bukan untuk kami memperkaya diri sendiri. Kalau buyer tanya di mana pabriknya? Pabriknya ada di masyarakat,” canda Widya.

Selama ini buyer tetap mau menerima produk Kaltim, karena kualitas produk selalu dijaga dengan ketat.

Desember 2020, lidi nipah Kaltim ekspor ke India sebanyak 25 ton. Selain diperoleh dari Muara Kembang, lidi nipah juga didatangkan dari Muara Badak, Anggana di Kutai Kartanegara, dan beberapa kecamatan di Penajam Paser Utara dan Paser. Potensi lidi nipah terdapat di hamparan kawasan Delta Mahakam.

Maret tahun ini CV Masagenah akan melakukan ekspor untuk lidi sawit sebanyak 14 ton. Negara tujuannya India dan Pakistan.

Selain Kutai Kartanegara, Paser dan Penajam Paser Utara, lidi sawit juga akan didatangkan dari beberapa kecamatan di Kutai Timur. Di negara-negara tujuan, lidi-lidi tersebut akan dijadikan sebagai campuran bahan pembuatan asbes dan sebagai lapisan dasar karpet.

Whats-App-Image-2021-01-26-at-14-07-53

CV Masagenah juga memperhitungkan  barang-barang yang reject. Misalkan lidinya pendek. Lidi-lidi itu tetap bisa dijual dalam bentuk  sapu lidi atau sapu kasur. Produk itu bisa dipasarkan di pusat-pusat perbelanjaan atau mini market (mart), juga pasar tradisional tentunya.

“Kita juga upayakan untuk  dikerjasamakan dengan dinas-dinas dalam bentuk pengadaan sapu dan lainnya, sehingga masyarakat bisa tetap mendapat manfaat,” sambung Widya.

Usaha ini bukan tanpa masalah, terutama untuk pengiriman barang ke Timur Tengah. Apalagi, lidi sawit rencana dikirim Dubai.

“Rate ocean freight atau biaya pengiriman pelayaran ke Timur Tengah sekarang lagi mahal. Biasanya 700 sampai 1000 US Dollar menjadi 2750 US Dollar untuk kontainer  14 ton 20 feet,”  sebut Widya.

Kenaikan harga kontainer ke Timur Tengah diperkirakan lantaran efek pandemi Covid-19. Soal tingginya harga kontainer ke Timur Tengah ini juga menjadi isu nasional.

Tingginya harga pengiriman barang ini kemudian dilaporkan kepada buyer,  bahwa harga kontrak pelayaran semakin mahal atau bertambah mahal.

Penyebab kenaikan bukan dari harga barang, tapi harga pengiriman. Buyer tak masalah karena memahami kondisi Covid-19 saat ini. Apalagi kondisi internasional secara umum sedang crowded.

“Kontrak kita adalah harga barang, bukan kontrak dengan harga pengiriman barang. Supaya safety sistem pembayaran dengan LC,” ungkap wanita berhijab tersebut.

Selain aktif dalam bisnis lidi nipah dan lidi sawit, CV Masagenah juga sedang mencoba mengembangkan ekspor produk dari industri kelapa terpadu plus turunan produknya.  (samsul arifin/humasprov kaltim)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *