AKTUALBORNEO.COM – Pemerintahan Desa (Pemdes) adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Untuk hal ini peran aparatur desa adalah unjuk tombak bagi setiap daerah atau kabupaten.
Namun tak disangka kini peran desa dalam administrasi kependudukan (Adminduk), baik dalam mendata perpindahan, atau penambahan penduduk tak lagi seperti dulu. Dimana peran desa yang sejatinya wajib mengetahui setiap pendatang maupun yang berpindah domisili.
Hal itupun menjadi keluhan bagi pengurus desa, salah satunya Desa Singa Gembara Kecamatan Sangatta Utara. Ketika disambangi jurnalis Aktualborneo.com, Sekertaris Desa (Sekdes) Leonardus menyampaikan langsung keluhannya. Menurutnya data antara Disdukcapil dan Desa saat ini tidak sinkron.
“Kalau dulu setiap warga yang datang ataupun pindah wajib lapor ke RT dan RT melaporkan kedesa namun kini tidak lagi sehingga kami di desa tidak tahu jika ada penambahan atau pengurangan di daerah kami,” ucapnya kepada jurnalis aktuaborneo.com.

Leo pun menyebutkan jika data administrasi desa dalam tahun ini sangat tidak teratur alias berantakan. Bagaimana tidak, laporan warga yang masuk atau berpindah langsung diketahui oleh Disdukcapil saja. Sementara desa tidak dilibatkan dalam hal tersebut.
“Sekarang orang hanya langsung ke Capil saja untuk melaporkan diri, sementara desa tidak tahu dan tidak dikabari, orang langsung pindah dan masuk saja, kalau dulu Disdukcapil pertriwulan memang mengupdate itu kedesa namun sekarang tidak lagi, itulah sebabnya data antara Capil dan desa berbeda,” terangnya.
Ia pun menegaskan akibat dari berubahnya data administrasi desa yang langsung ke Capil, membuat peran desa tidak mengetahui mana yang wajib menerima bantuan pada masa pandemi saat ini.
“Mereka tak melapor kedesa, lalu bagaimana kami bisa tahu bahwa mereka sudah jadi warga Desa Singa Gembara, ketika ada bantuan COVID-19 mereka lantas meminta, namun kami tak punya data tentangnya,” pungkasnya.
Selain itu juga mendekati masa Pilkada pun mengalami hal yang sama. Leo memaparkan jika data antara Disdukcapil dan Desa terus berbeda.
“Mendekati Pilkada ini juga jadi bermasalah data akurat dari desa hanya ada 200 an kepala keluarga namun dari Capil ada 400 KK. Contoh seperti di RT 22-23 data pemilih akuratnya hanya segitu namun di Capil banyak sekali. Demi mengantisipasi itu RT harus turun langsung mendata, dan lagi kesadaran masyarakat juga harusnya melapor namun susah,” tukasnya. (Vitri/ab).