AktualBorneo.Com-Ada simpang siur informasi, terlebih banyak data yang tidak valid dan sengaja dikeluarkan beberapa pihak. KLHK selaku pemegang mandat walidata pemantauan sumberdaya hutan, menjelaskan, penyebab banjir Kalsel anomali cuaca dan bukan soal luas hutan di DAS(Daerah Aliran Sungai)Barito wilayah Kalsel.
DAS Barito Kalsel seluas 1,8 juta hektar hanya merupakan sebagian dari DAS Barito Kalimantan seluas 6,2 juta hektar.
Menurut Kementerian KLHK,Perhatian ini perlu diberikan kepada daerah hulu DAS Barito, dimana seluas 94.5% dari total wilayah Hulu DAS Barito berada dalam Kawasan Hutan.
Menggunakan data tahun 2019, sebesar 83,3% hulu DAS Barito bertutupan hutan alam dan sisanya 1,3% adalah hutan tanaman. Dalam hal ini hulu DAS Barito masih terjaga baik.
Bagian dari DAS Barito yang berada di wilayah Kalsel secara kewilayahan hanya mencakup 40 Persen kawasan hutan dan 60 persen Areal Penggunaan Lain (APL) atau bukan kawasan hutan.
Dikutip dari halaman akun twiter Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,Siti Nurbaya Bakar menyebutkan “Kondisi DAS Barito di wilayah Kalsel ini tidak sama dengan DAS Barito Kalimantan secara keseluruhan. DAS Barito di wilayah Kalsel memang berada di lahan untuk masyarakat atau disebut APL yang didominasi oleh pertanian lahan kering campur semak dan sawah serta kebun”tulisnya.
Siti Nurbaya Bakar juga menerangkan bahwa Kejadian banjir pada DAS Barito di wilayah Kalsel tepatnya berada pada Daerah Tampung Air (DTA) Riam Kiwa, DTA Kurau dan DTA Barabai karena curah hujan ekstrim, dan sangat mungkin terjadi dengan recurrent periode 50 hingga 100 tahun.
Penyebab utamanya terjadi anomali cuaca dengan curah hujan sangat tinggi. Selama lima hari dari tanggal 9-13 Januari 2021, terjadi peningkatan 8-9 kali lipat curah hujan dari biasanya. Air yang masuk ke sungai Barito sebanyak 2,08 miliar m3 (normalnya 238 juta m3).
Daerah banjir berada pada titik pertemuan 2 anak sungai yang cekung dan morfologinya merupakan meander serta fisiografi-nya berupa tekuk lereng (break of slope), sehingga terjadi akumulasi air dengan volume yang besar.
Faktor lainnya yaitu beda tinggi hulu-hilir sangat besar, sehingga suplai air dari hulu dengan energi dan volume yang besar menyebabkan waktu konsentrasi air berlangsung cepat dan menggenangi dataran banjir.
Ini sekaligus meluruskan pemberitaan beberapa informasi yang keliru dan menyebar massif di tengah situasi bencana. Terlebih lagi metode analisis kawasan hutan yang digunakan tidak sesuai standard dan tidak dengan kalibrasi menurut metode resmi yang dipakai.
“Perlu juga diketahui, hasil analisis menunjukan penurunan luas hutan alam DAS Barito di Kalsel selama periode 1990-2019 adalah sebesar 62,8%.
Penurunan hutan terbesar terjadi pada periode 1990-2000 yaitu sebesar 55,5%.”tulisnya(20/1/2021).
Dalam keterangan tertulisnya,Siti Nurbaya Bakar menjelaskan bahwa pada lima tahun terakhir DAS(Daerah Aliran Sungai) cenderung melandai dan seiring dengan upaya massif dan konsisten yang dilakukan untuk rehabilitasi lahan.
Sedangkan untuk mengurangi areal tidak berhutan di kawasan DAS Barito Kalsel, KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) bersama para pihak melakukan rehabilitasi revegetasi atau penanaman pohon khususnya pada areal lahan kritis. Rehabilitasi DAS di Kalsel termasuk sangat massif dilakukan dalam lima tahun terakhir.(dps/AB)