Polres Kutim Gencarkan Patroli Siber Jelang Pilkada 2020

Foto Kapolres Kutim, AKBP Indras Budi Purnomo (Vitri/aktualborneo), Jelang Pilkada Polres Kutim Gencarkan Patroli Cyber

AKTUALBORNEO.COM – Jelang mendekati Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) biasanya banyak bermunculan penyebar isu hoaks, sara, disinformasi, dan penebar ujaran kebencian atau provokasi. Dengan demikian Polres Kutai Timur (Kutim) gencarkan patroli cyber atau siber.

Patroli cyber adalah bentuk kegiatan yang meski tampak sederhana, hanya di balik komputer, Polisi akan mendeteksi mobilisasi dan potensi intoleransi, penangkalan paham radikalisme, dan informasi palsu.

Pengawasan dunia maya digencarkan menyusul pembatasan kampanye tatap muka sesuai protokol COVID-19. Salah satu yang menjadi fokus pengamanan adalah dunia maya, sehingga patroli cyber bakal digelar lebih intensif.

Kapolres Kutim, AKBP Indras Budi Purnomo mengatakan, polisi telah diberi amanat untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta menangani kasus kejahatan melalui medsos seperti hoax. Untuk itu, dengan satuan seperti Reskrim, Intelkam, dan Tim Cyber terus menggencarkan pengawasan di media sosial.

“Polisi bakal mengamankan setiap tahapan pilkada. Tim Cyber Polres Kutim dikerahkan untuk memantau dan mengawasi pengguna maupun konten media sosial,” ungkapnya.

AKBP Indras Budi Purnomo juga menegaskan dalam pilkada sejumlah pihak menggunakan media sosial sebagai wadah untuk menggiring opini. Jika terjadi pelanggaran misalnya berbau hoaks, SARA dan provokasi akan ditindak sesuai aturan yang berlaku.

Jerat pidana hingga denda menanti jika seseorang terbukti membuat dan menyebarluaskan berita bohong.

Sanksi itu tercantum dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan perubahannya, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Dalam pasal Pasal 28 ayat 1 UU ITE, disebutkan setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.

“Jika kita mendapatkan hal-hal negatif pada masa pilkada maka akan langsung kita lakukan profiling untuk mengetahui siapa yang membuat dan menyebarkan konten tersebut,” tutupnya. (Vitri/ab).

Pos terkait