AKTUALBORNEO.COM– Lawa atau jaring ikan yang diikatkan pada rotan sehingga berbentuk trapesium. Alat ini digunakan untuk menjaring ikan-ikan kecil pada aliran anak sungai atau danau, menurut warga sekitar cara ini terus dilakukan agar anak cucu mereka tahu bagaimana cara bertahan di alam tanpa harus merusaknya.
“Kita pakai lawa ini dan memperkenalkannya kepada anak-anak, agar anak kita tahu cara bertahan hidup di alam tanpa merusaknya, dan tahu alat apa yang orang tuanya dulu gunakan,cara ini disebut menanggok dalam bahasa dayak jelas Nenek (47) salah satu pencari ikan yang menggunakan lawa.
Kegiatan ini dilakukan pada hari-hari tertentu saja dan kadang beramai-ramai,kegiatan ini selain untuk mencari ikan juga untuk mempererat tali silahturahmi antar warga, dalam waktu sepekan biasa hanya tiga atau empat kali saja pergi menanggok ikan dengan alat tradisional tersebut. Hasil tangkapan ikan dimasukan kedalam Ingen atau bakul yang terbuat dari rotan sintetis.
“Seminggu 3-4 kali saja kami pergi, pindah dari tempat satu ketempat lainnya. Setelah dapatkan hasilnya, sorenya kami pulang dan mencuci hasil tangkapan di sungai kemudian dibawa pulang untuk dimasak,” tambah Nenek.
Meskipun perkembangan zaman sudah modern namun suku Dayak Kenyah di Desa Rindang Benua KM 10 Jalan Poros Bontang-Sangatta ini tetap mempertahankan tata caranya. Bukan tanpa alasan, menurut mereka cara tersebut sangat efisien karena tidak akan merusak biota air lainnya.
“Kalau pakai lawa jauh lebih aman, kita tidak menggunakan racun, setrum dan lainnya yang dapat merusak unsur air, dengan lawa ini kita tetap bisa menjaga lingkungan,” ujar Puy (68).
Berjalan kaki sejauh dua kilometer bahkan lebih, pergi sejak pukul 14:00 Wita hingga 17:00 Wita. kebiasaan ini sudah menjadi rutinitas yang biasa dilakukan warga sekitar. Mencari aliran sungai atau danau yang mulai mengering kemudian melakukan pencarian ikan dan lainnya menggunakan lawa.(S/E1*)
