AktualBorneo.Com-Bertempat di Gedung Kantor Bupati Kutai Timur, Jl. AW Syahrani
Pusat Perkantoran Bukit Pelangi
Sangatta,Kutai timur.Drs.H.Ardiansyah Sulaiman,M.Si,selaku Bupati Kutai Timur menerima kunjungan Rohaniawan yang tergabung dalam Aliansi Pendeta Indonesia (API) dan didampingi juga oleh salah satu Anggota DPRD Kutim Yulianus Palangiran,Selasa,6 April 2021.
Turut hadir dalam kunjungan tersebut Tokoh Rohaniawan dari Gereja GBKP(Gereja Batak Karo Protestan) Detaser Mardin Sembiring.Saat dimintai tanggapannya mengenai pertemuan tersebut,Mardin mengatakan Bapak Ardiansyah Sulaiman adalah sosok pemimpin yang rendah hati.
Menurutnya,disela kesibukan beliau sebagai Bupati Kutim,mau meluangkan waktu dan bertemu dengan kalangan tokoh-tokoh pemuka agama(Pendeta)dari umat kristiani yang ada di Kutim.
“Bapak Ardiansyah Sulaiman adalah sosok pemimpin yang rendah hati, dimana disela kesibukannya beliau mau bertemu dengan kalangan tokoh-tokoh pemuka agama dari umat kristiani”ucapnya.
Detaser berpendapat Bapak Bupati Kutim memiliki prinsip keterbukaan tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lain, beliau juga mau mendengarkan setiap aspirasi dari masyarakat. Hal ini mengingatkannya akan perintah Yeremia kepada bangsa Israel.
“Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu”kata Detaser Mardin Sembiring mengutip ayat Yeremia 29:7.
Lanjut Mardin menjelaskan sedikit menurut yang diketahuinya dan agar diketahui oleh masyarakat,yaitu mengenai sejarah awal mula berdirinya GBKP.
Dituturkannya,pada tahun 1906 di tanah karo kedatangan seorang Pendeta yang bernama,Pdt. G. Smith dan membuka Kweekschool (Sekolah Guru) di Berastagi.
Sekolah ini selanjutnya dipindahkan ke Raya. Pada tahun 1920 sekolah tersebut ditutup dan guru-guru sekolah yang telah terdidik ditempatkan di desa-desa menjadi guru untuk mengabarkan Injil.
Kemudian,pada tahun 1939 Prof. Dr. H. Kraemer meninjau langsung tempat-tempat zending di daerah Tanah Karo dan mengusulkan,agar dalam waktu sesingkat-singkatnya Jemaat Karo dipersiapkan untuk berdiri sendiri.
Dalam rangka kemandirian ini, tenaga-tenaga pribumi disekolahkan untuk menjadi pendeta dengan harapan dapat mewartakan Injil tanpa ketergantungan dengan Misionaris yang datang dari luar.(dps/AB)