Petani Kecil di Bengalon Melawan Ekspansi Tambang Raksasa

Jalan Hauling Tambang Batu Bara di Lahan Poktan Taman Dayak Basap di Bengalon, Kutim, Kaltim.

AKTUALBORNEO.COM – Siang beranjak sore ketika Pungkas, petani kecil di Kecamatan Bengalon, Kutai Timur (Kutim), memasuki kedai kopi, Selasa (9/2/2021) kemarin. Kala itu, dia baru saja memenuhi panggilan polisi terkait permasalahan lahan milik kelompok tani yang diketuainya. Pungkas ditemani rekan, tim dan kuasa hukumnya.

Pungkas menemui polisi setelah menduduki lahan yang sebelumnya menjadi obyek sengketa antara kelompok tani dengan pihak perusahaan. Polisi mencoba menengahi permasalahan usai menerima aduan dari pihak perusahaan.

Di kedai berada di samping kiri Mapolsek Bengalon, Pungkas duduk di kursi sambil menikmati secangkir kopi. Wajah Pungkas tampak gusar, dia mengulik kembali dokumen seraya bercerita sekelumit persoalan yang masih dialaminya.

“Saya berusaha dari dulu mengurus masalah ini, tapi mereka tetap juga pada pendiriannya. Perusahaan bilang sudah dibayar, padahal saya tidak merasa uangnya. Maka saya minta bantuan sama teman-teman ini,” ujarnya.

Kabar dari Pungkas ini mengenai konflik lahan antara Kelompok Tani (Poktan) Taman Dayak Basap dengan PT Kaltim Prima Coal (KPC). Sebelumnya, Pengadilan Negeri Sangatta dalam amar putusan No 20/Pdt.G/2020/PN, mengabulkan gugatan Pungkas yang merupakan ketua dari Poktan Taman Dayak Basap.

Rahmat Sanjaya, selaku hakim ketua didampingi hakim anggota Andreas Pungky Maradona dalam amar putusan. PT KPC sebagai pihak tergugat I diperintahkan untuk mengosongkan dan menyerahkan obyek sengketa. Namun, perusahaan tambang batu bara ini masih tetap beraktivitas dengan menggunakan jalan hauling yang sudah mereka buat sebelumnya.

Hardi Yusmul, Tim kepengurusan lahan Poktan Taman Dayak Basap mengatakan, pihaknya sudah menerima putusan Pengendalian Negeri Sangatta yang setidaknya mengabulkan 3 dari 16 tuntutan. Tiga dari 16 tuntutan yang dimaksud, yakni perbuatan melawan hukum (PMH), menghakimi pihak tergugat I terbukti melawan hukum dengan kepemilikan lahan yang dimaksud.

Selanjutnya, putusan mengabulkan bahwa lahan dengan luas 152.3 hektar adalah sah milik Poktan Taman Dayak Basap. Ketiga, pihak tergugat I diperintahkan untuk mengosongkan dan menyerahkan obyek sengketa.

Meski demikian, Hardi mengaku putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap karena ada kemungkinan pihak tergugat atau PT KPC melakukan banding.

“Dalam pengertian kami, silahkan aja banding tapi putusan ini kami minta di hormati. Kedua belah pihak menghormati, salah satunya kosongkan lahan itu, meskipun memang status quo belum dipenuhi,” jelas Hardi.

Hardi menyebut, kasus permasalahan lahan tersebut muncul ketika pihak perusahaan membuat jalan hauling di atas lahan miliki Poktan Taman Dayak Basap pada sekitar Februari 2020 silam. Pihaknya pun kemudian mempertanyakan dasar pembuatan jalan tersebut, namun pihak perusahaan selalu mengklaim jika lahan yang dimaksud tersebut sudah di bebaskan kepada masyarakat

“Masyarakat yang notabenenya memiliki hak atas tanah itu adalah kami, tapi kami dan anggota kelompok tani tidak pernah menerima uang sepeser pun dari pembebasan lahan yang dimaksud ini. Hanya dikatakan, tapi tidak bisa dibuktikan,” tegas Hardi.

Atas dasar tersebut, pihaknya melalui kuasa hukum kelompok tani kemudian mengajukan gugatan, tepatnya pada April 2020. Setelah melewati proses yang berlangsung sekitar 7 bulan, Pengadilan Negeri Sangatta akhirnya mengabulkan gugatan hingga keluar putusan No 20/Pdt.G/2020/PN pada 4 Februari 2021 lalu.

Karena putusan tersebut dinilai tidak diindahkan oleh pihak perusahaan, maka pihak kelompok tani mencoba melakukan mediasi agar bisa menemukan solusi. Bertepatan dengan itu, kelompok tani sepakat untuk menempati lahan untuk bercocok tanam.

“Kami tidak sedang menghalangi aktivitas perusahaan, kami hanya butuh hidup, dan teman-teman kelompok tani ingin bercocok taman,” terang Hardi.

Terkait masalah mediasi, dia mengatakan, kuasa hukum Poktan sudah bersurat ke Plt Bupati Kutim. Namun, jika tak ada arang melintang, mediasi juga akan digelar di Makopolres Kutim pada Kamis (11/2/2021).

“Kita berharap mediasi ini nanti menemukan solusi,” pungkasnya.

Sejatinya, permasalahan yang dialami Pungkas dan rekannya sederhana. Hanya butuh kebijakan pihak perusahaan untuk membebaskan lahan mereka. Sebagai salah satu perusahaan tambang batu bara raksasa dan terbesar di Indonesia, nilai dari hasil pembebasan lahan kelompok tani ini tentulah sangatlah kecil. Pun demikian dengan prestise dan kekuatan yang dimiliki perusahaan. (Red).

Pos terkait