AKTUALBORNEO.COM – Akibat terlalu cinta segala cara dilakukan bagi pasangan yang sedang dimabuk asmara. Termasuk urusan pernikahan, dalam merajut bahtera rumah tangga sudah pasti semua ingin sah diakui secara agama dan hukum negara yang berlaku.
Namun berbeda bagi mereka yang memilih jalannya masing-masing. Faktanya di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) trend menikah siri atau menikah di bawah tangan bukan hal yang tabu.
Pasalnya hingga bulan Agustus 2020 Pengadilan Agama Sangatta menerima perkara sidang itsbat sebanyak 300 kasus. Ini membuktikan bahwa masyarakat Kutim masih minin pemahaman tentang pentingnya menikah secara sah di Kantor Urusan Agama (KUA).
Panitera Pengadilan Agama Sangatta, Iman Sahlani mengatakan fenomena unik ini kerap di temukan hampir diseluruh Kabupaten Kutim. Ratusan warga Kutim masih gemar menikah secara agama, tanpa memikirkan status anak yang akan dilahirkan nantinya.
“Biasanya yang memilih untuk nikah siri itu ada yang beralasan karena tak punya biaya, padahal kita tahu nikah ke KUA itu gratis, lalu ada juga yang memang sengaja ingin nikah siri karena sudah memiliki pasangan namun belum berpisah atau bercerai dari pasangan sebelumnya,” jelasnya, Senin (31/8/2020).
Lebih lanjut, efek dari menikah dibawah tangan adalah tidak sahnya pernikahan dimata hukum. Itu yang jadi penyebab sulitnya anak yang lahir dari pernikahan tersebut.
“Begini, kedua orang tuanya menikah siri, kemudian lahir lah seorang anak, lalu agar anak itu mempunyai akta maka orang tuanya harus melalui sidang itsbat agar anak dan status perkawinannya sah dan diakui negara, jadi itsbat nikah adalah langkah benar untuk melindungi anak atas status hukumnya,” jelasnya.(vit)ab