AKTUALBORNEO.COM – Dampak perekonomian akibat Pandemi Covid-19 ini disebut jauh lebih besar dibandingkan krisis ekonomi pada tahun 1998 dan 2008. Di mana pada masa itu, lembaga jasa keuangan sempat kolaps. Berdasarkan pengalaman tersebut lembaga keuangan negara kini sudah mengimplementasikan prinsip-prinsip manajemen risiko yang lebih kuat lagi.
Sehingga, lembaga jasa keuangan kini lebih resilien atau mampu beradaptasi terhadap tekanan.
“Sampai dengan posisi Juni 2020, kondisi lembaga jasa keuangan, baik perbankan mau pun perusahaan pembiayaan, masih menunjukkan angka yang sehat,” kata Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kaltim Made Yoga Sudharma.
Lebih lanjut, Made Yoga menjelaskan, meski kredit perbankan selama pandemi COVID-19 mengalami tekanan. Secara tahunan (yoy), kredit perbankan tetap tumbuh. Pada Maret 2020 contohnya, tercatat Rp 5.712,04 triliun. Meski pada Mei 2020 turun menjadi Rp 5.583,25 triliun.
Tetapi, jika dilihat secara yoy kredit perbankan tetap tumbuh sebesar 3,04 persen. Begitu pula dengan dana pihak ketiga, pengumpulan dana masyarakat pad Maret mencapai Rp 6.214,31 triliun. Turun menjadi Rp 6.174,60 triliun pada Mei 2020. Namun, secara yoy penempatan dana masyarakat ini masih mengalami peningkatan sebesar 8,87 persen.
Beralih ke pasar modal. Made menyebut angka di pasar modal menunjukkan pergerakan yang anomali. Jika dibandingkan dengan sektor keuangan yang lain. Penghimpunan dana di pasar modal sampai dengan 23 Juni 2020, sebesar Rp 39,6 triliun. Meningkat dibandingkan posisi April yang tercatat diangka Rp 28,3 triliun.
“Bulan Juni kalau kita perhatikan bersama, IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan,red) di Bursa Efek Indonesia menunjukkan peningkatan,” ungkap Made.
OJK juga ingin membangun optimisme masyarakat. Bahwa, meski di tengah besarnya tekanan terhadap perekonomian, lembaga jasa keuangan masih dalam kategori yang sehat. Dimana untuk risiko kredit NPL Gross perbankan masih terjaga di angaka 3,01 persen. Sedangkan NPF Gross perusahaan pembiyaan masih di angka 3,99 persen.
Sementara untuk pertumbuhan kredit perbankan didominasi oleh kredit investasi yang tumbuh sebesar 6,75 persen yoy. Kredit modal kerja tumbuh 1,43 persen, kredit konsumsi juga tumbuh sebesar 2,25 persen.
“Jadi over all, pertumbuhan ekonomi kita di saat yang susah ini, masih bergejolak. Masih terus tumbuh,” ujarnya.
Dari jumlah tersebut, sektor yang menyumbang peningkatan terbesar untuk pertumbuhan kredit perbankan, ada di sektor pertambangan sebesar 8,23 persen. Kemudian industri pengolahan sebesar 5,41 persen. Konstruksi 5,25 persen dan pertanian 3,77 persen.
Ini menggambarkan kondisi jasa keuangan secara umum masih terjaga pada posisi yang sehat. OJK juga mengimbau masyarakat supaya tetap tenang. Dan tidak terpengaruh pada berita negatif yang menghasut untuk melakukan penarikan diluar batas kewajaran. Karena menganggap lembaga jasa keuangan sedang dalam masa krisis.