AKTUALBORNEO.COM – Angka kemiskinan dibahas dalam debat Kandidat Pilkada Kutim 2020, Rabu (28/10) malam. Debat yang menghadirkan Paslon nomor 1 dan 3 itu membahas tema peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penyelesaian persoalan daerah.
Paslon nomor 3 atau patahana, yaitu Calon Wakil Bupati Kutim Kasmidi Bulang memaparkan apa yang telah ia lakukan selama priode kepemimpinan. Senada dengan pasangannya, yakni Calon Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman yang juga pernah menjabat sebagai Bupati Kutim di priode sebelumnya.
Sementara Paslon nomor 1, Mayunadi-Kinsu mengkritiknya lantas memberikan tawaran alternatif. Mahyunadi mengakatkan, indikator orang miskin itu, bukan orang mati kelaparan. Tapi orang tidak punya pekerjaan.
“Bertambahnya penduduk miskin di Kutim karena kemarin punya pekerjaan, hari ini jadi pengangguran karena PHK (pemutusan hubungan kerja). Bertambahnya orang miskin di Kutim karena kemarin punya penghasilan, hari ini tidak punya penghasilan karena defisit dan tidak bisa berjualan, tidak laku,” terang Mahyunadi.
Mahyunadi dalam keterangannya juga menjelaskan, pada 2018 angka kemiskinan Kutim mencapai 33.024 orang. Angka tersebut naik sebesar 2.286 orang, menjadi 35.310 orang pada 2019. Jika dipresentasikan, angka kemiskinan di Kutim meningkat 0,26 persen. Dari 9,22 persen pada 2018 menjadi 9,48 persen pada 2019.
Bahkan menurut Mahyunadi, tenaga kerja kontrak daerah (TK2D) atau honorer di Kutim, dengan gaji yang jauh di bawah standar, bisa dikategorikan sebagai orang miskin. Itulah mengapa, gaji TK2D di Kutim harus ditingkatkan, minimal setara upah minimum kabupaten (UMK).
“Kalau saat ini menurut ukuran saya, dengan gaji di bawah Rp 1 juta, TK2D tergolong orang miskin. Oleh karena itulah, (TK2D) ini harus disejahterakan semua dengan anggaran kami (pemerintah),” jelas Mahyunadi.
Senada, Kinsu mengatakan, dengan gaji TK2D saat ini menurut pandangannya, sangat tidak layak. Sehingga harus diorganisir dengan baik, sehingga semakin sejahtera.
“Perlu kami sampaikan bahwa TK2D ini memang tidak terorganisir dengan baik. Sehingga, tingkat kemiskinan pun ikut dari TK2D tersebut,” tambahnya.
Disini poin menariknya, sebab Mayunadi yang merupakan Calon Bupati dari Paslon nomor 1 itu juga sebelumnya menjabat sebagai Ketua DPRD Kutim Priode 2014-2019. Sebagai pucuk pimpinan di legislatif kala itu, tak bisa dipungkiri bahwa Mahyunadi juga menjadi bagian dari perumus kebijakan dalam berbagai program pembagunan, tak terkecuali mengenai pengentasan kemiskinan. “Sebab, DPRD sebagai legislator, dengan perencanaan anggaran daerah dan pengawasannya,” jelas Kasmidi, saat dimintai keterangan mengenai hal tersebut.
Diketahui, DPRD adalah lembaga demokrasi yang menghimpun elemen-elemen poltik lokal pemenang pemilu lima tahunan. Sebagai masyarakat politik (political society ), peran dan fungsinya sangat dinantikan dalam mengawal lembaga eksekutif daerah serta mendorong dikeluarkannya kebijakan publik yang partisipatif dan menyejahterakan masyarakat luas.
Mengingat peran dan fungsi yang sangat strategis tersebut, maka anggota DPRD dituntut memiliki kapasitas yang kuat dan tuntas dalam memahami isu-isu demokratisasi, otonomi daerah serta kemampuan teknik legislasi, budgeting dan politik lokal. Kapasitas anggota dewan yang kuat pada akhirnya menjadi prasyarat utama tercapainya pemerintahan daerah yang efektif dan dipercaya oleh masyarakat.
Lebih khusus wewengan DPRD tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No.29 Tahun 2009 tentang Susduk dan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah), implementasi kedua peran DPRD tersebut lebih disederhanakan perwujudannya ke dalam tiga fungsi, yaitu :
1.Fungsi legislasi
2.Fungsi anggaran dan
3.Fungsi pengawasan
Pelaksanaan ketiga fungsi tersebut secara ideal diharapkan dapat melahirkan output, sebagai berikut:
1. Perda-perda yang aspiratif dan responsif. Dalam arti Perda-perda yang dibuat telah mengakomodasi tuntutan, kebutuhan dan harapan rakyat.
Hal itu tidak mungkin terwujud apabila mekanisme penyusunan Peraturan Daerah bersifat ekslusif dan tertutup. Untuk itu mekanisme penyusunan Perda yang dituangkan dalam Peraturan Tata Tertib DPRD harus dibuat sedemikian rupa agar mampu menampung aspirasi rakyat secara optimal.
2.Anggaran belanja daerah (APBD) yang efektif dan efisien, serta terdapat kesesuaian yang logis antara kondisi kemampuan keuangan daerah dengan keluaran (output) kinerja pelayanan masyarakat.
3.Terdapatnya suasana pemerintahan daerah yang transparan dan akuntabel, baik dalam proses pemerintahan maupun dalam penganggaran.
Untuk melaksanaan ketiga fungsi yang ideal tersebut, DPRD dilengkapi dengan modal dasar yang cukup besar dan kuat, yaitu tugas dan wewenang, alat-alat kelengkapan DPRD, Hak-hak DPRD/anggota, dan anggaran DPRD yang mandiri.
Pun demikian, Kasmidi menyatakan, pemerintah Kutim selama ini juga telah membuka peluang diberbagi sektor investasi. Tujuannya untuk berpartisipasi dalam pembangunan daerah. “Partisipasi ini khususnya dalam pengentasan kemiskinan dan pengurangan tingkat pengangguran,” lanjutnya.
Kasmidi berpendapat bahwa terdapat berbagai hal yang sejatinya mempengaruhi jumlah kemisikian di Kutim. Salah satunya adalah jumlah pendatang.
Dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kutim semester I (Januari–Juni) tahun 2020, Kabupaten Kutim memang mengalami pertumbuhan penduduk yang cukup signifikan. Peningkatan itu hingga lebih dari 1.200 jiwa. Terdapat peningkatan jumlah penduduk untuk semester awal tahun ini. Dari yang sebelumnya 422.905 jiwa kini menjadi 424.171 jiwa penduduk Kutim.
Dari jumlah, seluruh penduduk Kutim berasal dari 131.475 Kepala Keluarga. Angka itu didominasi oleh kaum adam sebanyak 228.272 jiwa. Sedangkan sisanya sebanyak 195.899 jiwa merupakan perempuan. Jumlah itu diyakni masih banyak penduduk yang tidak terdata. Terutama bagi pendatang dari luar daerah yang mengadu nasib ke Kutim menjadi pekerja di perkebunan sawit. Dari data tersebut dapat simpulkan bahwa jumlah pendatang setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan.
Langkah Pemulihan Ekonomi di Tengah Pandemi
Pademi covid-19 mempengaruhi ekonomi masyarakat, menjawab hal tersebut, Ardiansyah Sulaiman dalam debat Kandidat itu memaparkan berbagai hal penting. Dari sisi kesehatan pasangan nomor urut 3 tersebut mengaku akan bertanggung jawab terhadap jaminan kesehatan masyarakat.
“Untuk sisi ekonomi kami akan memberi kesempatan ketika masyarakat yang terdampak pandemi, kami mengedepankan peningkatkan ekonomi keluarga dengan home industri dengan sistem UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) yang akan kami siapkan, dan meningkatkan kegiatan Bumdes” papar Ardiansyah.
Dari segi sosial, lanjut Ardiansyah, pasangan berjuluk ASKB akan mengakomodir mengantisipasi dampak sosial terhadap masyarakat di kala pandemi covid 19.
Sebagaimana diketahui, selama ini Pemkab Kutim telah menjalankan pembagian bantuan sosial kepada masyarakat terdampak pandemi covid-19 di Kutai Timur. Melalui Dinas Sosial, bantuan sosial berupa sembako telah didistribusikan dengan lancar dan melibatkan semua pihak aparatur yang terkait.
Dalam debat publik tersebut, Ardiansyah menegaskan, Kutim selama ini tidak pernah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Hanya protokol kesehatan yang selama ini digunakan untuk menekan penyebaran covid-19 di Kutai Timur.
Senada dengan itu, Calon Wakil Bupati Kutim nomor urut 3, Kasmidi Bulang menyatakan, selama ini Pemkab Kutim tidak menerapkan PSBB.
“Saya selaku ketua Satgas Covid-19 menerapkan protokol kesehatan,” ujar lelaki yang masih menjalani masa cuti sebagai Plt Bupati Kutim itu.
Adapun protokol kesehatan diterapkan dengan dibantu pemberlakuan patroli di sejumlah tempat keramaian, dikawal oleh penertiban dari aparat kemarahan TNI-Polri dan Satpol PP. Sebelumnya, Pemkab Kutim juga telah menerapkan pendataan masyarakat pendatang di pintu masuk Kutim, dengan pemeriksaan kesehatan dan penempatan di ruang karantina khusus bagi masyarakat yang kurang sehat.
“Kami akan memberi bantuan UMKM dan akan memberi prioritas pada hal yang belum selesai dilakukan selama pandemi,” terang Kasmidi. (Daniel/Ab).