AKTUALBORNEO.COM – Dalam rangka pelaksanaan program dan kegiatan untuk mendukung perwujudan KLA (Kabupaten Layak Anak), Dinas PPPA (P3A) Kutai Timur (Kutim) mengelar Rancangan Kerja (Raker) RAD KLA, yang dilaksanankan Kantor Bappeda, Selasa (17/10/23), lalu.
Kegiatan Rakerda itu melibatkan Gugus Kerja KLA dan OPD terkait dalam mewujudkan program kerja lima tahunan daerah atau dokumen rencana kerja yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah Kabupaten/ Kota
Adapun beberapa OPD terlibat yakni, Bankaltim, pihak swasta/perusahaan, Forum anak, PKK kabupaten, Puspaga.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kutai Timur, Dr. Hj. Sulastin, mengatakan dalam rangka mewujudkan Kabupaten Layak Anak beberapa klaster yang harus dipenuhi.
“Kalaster yang harus dipenuhi mulai dari klaster 1 sampai klaster 5, agar kebutuhan anak, hak maupun perlindungan anak dapat terwujud,” katanya.
“Saat ini kita harus bekerja keras mewujudkan cita-cita menuju Kabupaten/Kota Layak anak dan Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030,” jelasnya menambahkan.
Hal senada juga disampaikan Kepala Bidang PHA, Rita Winarni, dirinya menjelaskan kekurangan Klaster 1 sampai 5.
Menurutnya kekurangan pada klaster 1 antara lain belum adanya Perda KLA, belum terbentuknya APSAI ( Masih dalam proses).
“RAD masih dalam proses, Pusat Informasi Sahabat Anak ( PISA) belum ada sekretariat dan belum berstandar,” sambungnya.
Lebih lanjut, kata Rita, selain itu Informasi edukasi dan Publikasi KLA masih kurang melalui media luar ruang Eletronik dan sosial media.
“Termasuk dunia usaha belum banyak yang terlibat, Anggaran Forum Anak belum ada masuk dalam Pembinaan KLA, Evaluasi Kecamatan Layak Anak dan Desa Kelayakan anak anggaran terbatas dan belum dianggarkan dan Profil Anak Kecamatan dan desa belum ada,” terangnya.
Dirinya juga menyebut bahwa untuk kekurangan klaster 2 adalah angka Perkawianan anak Masih Tinggi, Petugas penyuluh atau kader belum semua di latih KHA, Jumlah lembaga konsultasi masih kurang dan pengurus belum dilatih KHA, Lembaga alternative masih kurang dan belum standar, kemudian pengurus belum semua di latih KHA.
“Terus Jumlah PAUD-HI terjangkau, kemudian pengurusnya belum semua dilatih KHA, RBRA hanya standarisasi belum sertifikasi, dan pengurus belum dilatih KHA. Sekolah belum semua memiliki Zoss, sekolah tertentu saja yg mempunyai zoss, pengurusnya juga belum dilatih KHA,” sebutnya.
Sementara kekurangan klaster 3 antara lain Pojok ASI Kurang, Belum adanya data terbaru Konselor ASI, Belum banayk jumlah PMBA, Data KTR masih kurang terutama di tempat umum, tempat ibadah, terminal,dsb.
“Permainan anak di puskesmas masih belum lengkap serta yang telah ada kondisinya sekarang sudah rusak, Pelatihan Konvensi Hak Anak untuk Tenaga Kesehatan tiap tahun, Kurangnya data dari Perusahaan, MOU (kerja sama ) bidang terkait seperti Dinkes dengan Capil, Dinkes dengan Kemenag,” ujarnya.
“Kemudian untuk kekurangan klaster 4, SRA jumlah nya masih kurang dari 25 perseb dan guru serta tenaga pendidik belum semua di latih KHA, PKA belum terbentuk, harus diadakan sosialisasi dan pelatihan KHA,” tambahnya.
Dan klaster lima, kekurangannya adalah belum semua kecamatan dan desa di Kabupaten Kutai Timur terbentuk dan terlatih Aktivis Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) nya, hal ini di karenakan keterbatasan anggaran.
“Selain itu juga masih kurangnya Tenaga Ahli (Psikolog Klinis) di Kabupaten Kutai Timur yang bertugas melakukan Assesmen terhadap klien (korban kasus kekerasan),” pintanya. (Zr/Adv)