AKTUAL BORNEO- Kabar tidak sedap datang dari salah satu perusahaan negara, yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang selama ini menjadi andalan rakyat Indonesia, untuk keperluan suplay listrik untuk beragam kebutuhan.
Menurut Direktur Utama PT PLN (Persero) Zulkifli Zaini, saat ini kondisi keuangan perusahaan yang dipimpinnya sedang tidak sehat.
Kondisi kritis PLN terungkap dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI.
Dalam rapat dengar pendapat itu Zulkifli mengungkapkan, di akhir 2019 utang perseroan mendekati angka Rp 500 trilyun. Padahal lima tahun sebelumnya, utang perusahaan ini masih berada di bawah Rp 50 trilyun.
Lebih lanjut Zulkifli menjelaskan, adanya hutang sebesar itu berasal pinjaman yang dilakukan PLN untuk membiayai investasi di berbagai proyek kelistrikan, terutama proyek 35 ribu megawat (MW) yang banyak menyedot anggaran. Proyek tersebut merupakan program yang dicanangkan Presiden Joko Widodo pada kepemimpinan awal.
“Lima tahun terakhir ini PLN membiayai investasi itu dengan utang. Setiap tahun utangnya Rp100 triliun, makanya utang PLN di akhir 2019 mendekati Rp500 triliun,” kata Zulkifli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (25/6/2020).
PLN mendapatkan penugasan untuk membangun proyek tersebut. Namun di sisi lain kata Zulkifli, PLN tidak memiliki kemampuan investasi dari ekuitas internal untuk membangun 35 ribu MW. Diakui Zulkifli, hampir tidak ada dana internal PLN untuk membangun proyek tersebut.
“Sebagai bankir saya paham ini tidak sehat. Kalau ada debitur datang ke bank, mau investasi Rp100 triliun saya tanya dana sendiri berapa, saya minta 30 persen kan. Tapi ini kan tunainya PLN dana sendiri nol persen, pinjaman 100 persen. Ini kondisinya,” papar mantan Direktur Utama Bank Mandiri itu.
Dikatakan, pada 2019 terdapat tambahan pembangkit dari Independent Power Producer (IPP) atau produsen listrik swasta. Dengan adanya tambahan IPP tersebut diperlukan dalam sistem Jawa Bali.
Namun investasi pembangkit membutuhkan dana Rp100 triliun per tahun yang diakui sulit bagi PLN untuk bisa
Tambahan pembangkit itu per tahun investasinya sekitar Rp90 triliun hingga Rp100 triliun. Transmisi dan distribusi Rp50 triliun hingga Rp60 triliun. Sementara kebutuhan investasi pembangkit dan juga investasi itu Rp150 triliun-Rp160 triliun tidak akan bisa dipenuhi oleh PLN sepenuhnya maka partisipasi swasta itu penting,” tandas Zulkifli.*Argo Santoso(portal surabaya)(J. AB)