AKTUALBORNEO.COM – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menetapkan batasan Tarif tertinggi untuk pemeriksaan rapid test sebesar Rp150.000, ini dituangkan dalam surat edaran nomor : HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Tes dan Antibodi pada, 6 Juli 2020 lau.
Besaran tarif tertinggi itu berlaku untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan rapid tes Antibodi di fasilitas pelayanan kesehatan. Namun hal itu seakan tidak berlaku di sejumlah rumah sakit swasta di Kutai Timur (Kutim).
Pasalnya, masih banyak warga Kutim yang mengeluh akibat besarnya tarif rapid tes yang ditetapkan oleh pihak rumah sakit di wilayah ini.
Latif, warga Sangatta Utara mengaku terbebani karena harus merogoh kocek lebih dalam untuk biaya pemeriksaan rapid test salah satu keluargannya saat ingin menjalani operasi di Rumah Sakit Medika Sangatta atau lebih dikenal SOHC.
“Biaya pemeriksaan rapid test Rp400.000,” lanjut dikatakannya, sementara dirumah sakit lainnya biaya rapid tes hanya Rp150 ribu, kok bisa lebih berbeda-beda?, tanyanya ketika dikonfirmasi aktualborneo.com, Senin (2/11/2020).
Kepada pemerintah Kabupaten Kutim khususnya Dinas Kesehatan, ia berharap agar memberikan perhatiannya terkait mahalnya biaya tarif rapid test yang ditetapkan di rumah sakit tersebut. Sehingga tidak ada lagi masyarakat yang merasa terbebani di tengah pandemi covid 19.
Sementara itu, Manager Oprasional RS Medika Sangatta-SOHC Nurshanty Ketaren menjelaskan terkait biaya pemeriksaan rapid test tersebut.
“Benar sekali pak, dan sudah juga kami bahas dengan dinas kesehatan waktu awal-awal surat edaran itu dikeluarkan, untuk rapid test nya sendiri pembeliannya masih mahal, belum disamakan oleh pemerintah. Namun sudah ada penurunan tapi tidak semua merk rapid test,” jawab dia saat dikonfirmasi via Whatsapp, Senin (2/11) pukul 15.50 Wita.
Pada saat COVID-19 datang pertama kali, rumah sakit tidak memiliki banyak pilihan alat mendeteksi virus ini. Padahal saat itu sudah tinggi permintaan pemeriksaan rapid test secara mandiri. Kondisi ini membuat rumah sakit membeli alat rapid test dengan beragam harga.
“Kami sendiri membeli alat rapid nya dengan harga Rp137 ribu belum ongkir, BHP dan APD staff kami yang diperjakan, juga jasa rumah sakit,” jelasnya.
Meski demikian, kata dia, untuk pasien yang tidak mampu pihaknya juga sudah mengusulkan ke dinas kesehatan agar menyuplay alat rapid test.
“Kalau harga rapid nya kami dapat lebih murah lagi pastinya akan turun lagi tarifnya. Mudah-mudahan kedepannya harga rapid test nya bisa lebih murah lagi, supaya harga ke masyarakat juga bisa lebih murah dan terjangkau,” tutupnya. (Ridwan/Daniel/ab).